16 Januari 2009

Cara Mudah Mencerdaskan Anak

"Syifa itu cerdas sekali. Otaknya jalan. Kalau diskusi, seperti orang dewasa." Begitu kata beberapa guru putri kami itu (9 tahun) yang sampai ke telinga istriku.

"Maklum, bapaknya 'kan penulis," timpal 1-2 orang diantara mereka.

--> Baca Selengkapnya...

09 Januari 2009

Dari sekolah membawa kebencian?

Siang tadi, sepulang sekolah, sepertinya ada sesuatu yang lain pada diri Syifa, 9 tahun, putri sulung kami. Tak seperti biasanya, dia tak tampak lelah. Dia terlihat bersemangat.

Eit, tunggu dulu. "Bersemangat" itu bukan kata yang tepat untuk menggambarkanya. Kurasa, ada api yang menyala di matanya. Api kemarahankah? Apakah tadi ada temannya yang membuatnya gusar?

Walau penasaran, tak usahlah buru-buru aku menanyainya. Biarlah dia melenturkan otot, melepas penat lebih dulu. Nanti sajalah aku bertanya-tanya. Tapi semenit berikutnya, dia sudah lebih dulu menyampaikan aspirasinya kepadaku.

"Ayah jangan beli Aqua lagi!" serunya tanpa basa-basi.

"Kenapa?"

"Itu 'kan buatan Amerika!"

"Emangnya kenapa kalo buatan Amerika?"

"Sama saja dengan menyumbang peluru," jawabnya. "Ayah juga jangan beli lagi ...." tambahnya seraya menyebut beberapa produk yang katanya buatan Amerika. Kali ini dengan nada yang lebih sengit. Bukan hanya api kemarahan yang sedang membakar jiwanya, melainkan juga api kebencian!

Astaghfirullaah... Ada apa dengan putri kami ini?

Rupanya, tadi pagi selama dua jam, guru-gurunya mengajak para murid untuk melakukan demo "damai" di depan sekolah, di pinggir jalan raya, dalam rangka memprotes serangan Israel ke Gaza, Palestina.

"Apa yang kau lakukan dalam demo damai tadi?" tanyaku.

"Bawa spanduk dan teriak-teriak."

"Kamu senang?"

"Ya, senang."

"Kata-kata apa yang tertulis di spandukmu? Kata-kata apa yang kau teriakkan dalam demo damai tadi?"

"Wah, sudah lupa. Tadi di mobil [saat perjalanan pulang] masih ingat. Sekarang sudah lupa."

"Trus, yang kau ingat apa?"

"Tadi ada yang seru, Yah!"

"Apa yang seru?"

"Pak Guru menendang-nendang bendera Amerika dan Israel, lalu membakarnya," paparnya seraya menampakkan mimik wajah yang menyiratkan kepuasan membalas dendam.

Aku agak ketar-ketir menyaksikan gelagat ini. Apalagi dia pun menambahkan beberapa keterangan, yang dia tangkap dari berita di televisi (yang dia tahu jarang kutonton), yang menyiratkan kebenciannya kepada Amerika.

Lantas, aku pun bertanya, "Kamu tahu, nggak, arti kata demo?"

"Nggak tahu."

"Arti kata damai?"

"Nggak tahu. Aku belum tanya Bu Guru."

"Lalu apa saja yang dikatakan oleh Bu Guru dan Pak Guru?"

Lalu dia ungkapkan kata-kata gurunya yang dia ingat. Diantaranya, "Yang jahat itu pemerintah Amerika. Rakyatnya baik-baik."

Setelah Syifa mengungkapkan kembali kata-kata gurunya tersebut, barulah api kemarahan dan kebencian yang membakar jiwanya kulihat meredup.

KESIMPULAN

Bagi anak-anak, pesan non-verbal (seperti pembakaran bendera) jauh lebih berpengaruh daripada pesan verbal.

SARAN

1) Para pendidik hendaknya lebih menaruh perhatian pada komunikasi nonverbal.
2) Anak-anak mestinya diajari cara-cara demonstrasi yang beradab saja, yang penuh kedamaian, bukan yang disertai cara-cara yang kasar seperti pembakaran bendera.
3) Para pendidik hendaknya tidak menanamkan bibit-bibit kebencian. Kalau pun terpaksa menanamkan kebencian, mestinya terarah pada sikap atau perilaku yang keji, bukan pada pelakunya.

--> Baca Selengkapnya...

14 Oktober 2008

Guru yang terlalu "cinta"

Merinding bulu kudukku saat menyimak sejumlah berita akhir-akhir ini. Beberapa orang guru yang "mendidik" dengan terlalu "cinta" (dipenuhi nafsu syahwat) ternyata telah menelan korban anak didiknya.

Mau merinding juga? ;) Silakan periksa berita-berita berikut ini.

Guru Cabul Ditangkap Saat Sedang Mengajar

Kompas.com - "Tersangka ditangkap di sekolahnya dan tidak melawan,” kata AKP Kusworo Wibowo SH SIk, Kasat Reskrim Polres Mojokerto. Menurut Kusworo, YM—yang sudah memiliki satu anak—pada Agustus membujuk korban yang baru berusia 14 tahun dengan iming-iming bakal dinikahi. “Mungkin karena janji pelaku tak terbukti, akhirnya korban ngomong ke orangtuanya,” kata Kusworo.

Guru Cabul SMP Budi Waluyo Jakarta Akhirnya Disidang

Kapanlagi.com - Sidang pencabulan tiga siswi sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, SMP Budi Waluyo, Jakarta Selatan oleh oknum gurunya, Eddie Murjono digelar dengan agenda pemeriksaan tiga saksi korban Iv (13), Vn (13) dan Ln (16). Tim Jaksa Penuntut Umum menjerat Eddie dengan pasal dakwaan dari KUHPidana dan Undang-Undang Perlindungan Anak atas serangkaian perbuatan yang dilakukannya pada September 2006 lalu. Atas perbuatannya, Iv dan Vn yang masih duduk kelas I itu berhenti dari kegiatan belajar di SMP Budi Waluyo sementara Ln yang tertua di antara ketiganya meneruskan studi di kelas III sekolah tersebut.

Korbannya Diduga Akan Bertambah

Radar Bali - Setelah menjalani pemeriksaan secara intensif di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Buleleng, guru agama Islam, Safrudin, 43, asal Dusun Batu Gambir, Desa Julah, Kecamatan Tejakula, resmi ditahan polisi. Bahkan diduga masih ada korban aksi lain yang belum berani melapor perbuatan biadab sang guru agama cabul itu.

Dan masih banyak lagi guru-guru cabul yang lainnya.

Infogue.com
--> Baca Selengkapnya...

Home | About Me | Contact

Copyright © 2008 - M Shodiq Mustika

Theme Image credit: adapted from a nas-city's photo

  © Blogger template 'Neuronic' by Ourblogtemplates.com - Redesign by M Shodiq Mustika 2008

Kembali ke ATAS